![](http://www.cordova-travel.com/blog/img/arafah01.jpg)
Arafah 9 Dzul Hijjah adalah lautan putih. Putih karena keikhlasan hati jamaah haji yang sedang mengikuti wukuf, putih karena pakaian ihram dari 2,5 juta jamaah haji, dan putih karena tenda dan sinar mentari yang biasanya cukup terik.
Arafah adalah padang pasir yang lokasinya 25 kilometer sebelah timur kota Makkah. Pada hari-hari biasa, padang pasir ini tak berpenghuni. Sesungguhnya, hanya sesaat saja jamaah haji berada di Arafah. Wukuf yang menjadi puncak haji hanya wajib dilakukan selepas Zuhur hingga menjelang Maghrib pada 9 Dzulhijjah. Ibadah ini termasuk rukun sehingga jika ditinggalkan tak sah ibadah haji seseorang.
Di Padang pasir ini terdapat Jabal Rahmah. Sebuah bukit dengan tugu yang diyakini tempat bertemunya Nabi Adam dan istrinya Hawa setelah terpisah dan hidup terpencar hampir 200 tahun menyusul diturunkannya mereka ke bumi dari surga.
Adam konon, diturunkan di jazirah India. Sedangkan Hawa turun di Irak. Keduanya baru bertemu di Jabal Rahmah. Barangkali karena itupula maka namanya Bukit Kasih Sayang (jabal=bukit, rahmah=kasih sayang). Di bukit itu telah banyak coretan nama yang kadang beruliskan nama Indonesia. Pada puncak haji, mendaki Jabal Rahmah tidak dianjurkan. Panitia haji khawatir, jamaah tersesat tak dapat menemukan tenda tempatnya menginap. Wukuf memang hanya berdiam. Tapi dalam diam itu langit bergemuruh mendengar doa yang dipanjatkan berjuta jamaah.
Luas Arafah dibatasi. Jika diukur hanya sekitar 3,5 kali 3,5 kilometer persegi. Batas Arafah ditandai dengan papan hijau bertulisan putih Arafah Starts Here atau Arafah Ends Here. Itu batas Ararfah. Dahulu, Arafah adalah bukit tandus. Sehingga tak banyak tantangan bagi jamaah haji kecuali berdoa langsung di bawah langit. Tapi sekarang, Arafah mulai hijau. Bisa saja jamaah haji lalai memetik daun karena terkagum di bukit yang kerontang terdapat pohon hijau subur. Karena sedang ihram, jamaah itu harus membayar denda. Atau, mungkin membunuh ulat di daun.
![](http://www.cordova-travel.com/blog/img/arafah02.jpg)
Pohon di Arafah mulai rindang. Menurut sejarah, pohon itu adalah sumbangan Presiden Soekarno. Dengan kran kecil di bawah setiap pohon yang selalu memancarkan air, maka mereka tumbuh bahkan di bukit tandus. Infrastruktur di padang pasir ini pun dibangun canggih. Jika kita keluar tenda siang hari, maka kita akan melihat tiang kecil tinggi. Pada tiang itu ada cabang kecil yang menyemprotkan air lewat spuyernya. Cukup menyejukkan di tengah panas yang menyengat. Rumah sakit juga ada di Arafah. Di ujung terdapat Masjid Namira.
Telepon pun bertebaran di mana-mana. Bukan hanya itu, telepon mobile atau handphone pun kadang mendapat sinyal di wilayah ini. Tapi, sebaiknya hindari bertelpon di Arafah. Manfaatkan Arafah untuk bermunajat saja. Jalan menuju Arafah amat lebar. Sedikitnya ada sembilan jalur. Ada jalur khusus bagi jamaah yang ingin berjalan kaki dari Makkah hingga kembali lagi. Di sepanjang jalan banyak kran air yang memudahkan jamaah jika ingin buang air kecil atau mencari minuman.
Dalam beberapa tahun terakhir, pengangkutan jamaah dari Arafah ke Muzdalifah menggunakan model shuttle. Jamaah diangkut lewat jalur khusus menuju Muzdalifah untuk mabit dan kemudian ke Mina. Arafah sekarang juga makin dekat dengan permukiman penduduk. Jika kita menuju Arafah kita akan menyaksikan Universitas Ummul Qura. Dan itu hanya sekitar lima kilometer dari Arafah. Entah beberapa tahun kemudian. Barangkali juga, Arafah akan dibangunkan sejenis apartemen seperti yang saat ini dikembangkan di Mina. Sehingga, kita tak lagi berwukuf di tengah padang pasir tapi di gedung berpendingin udara, dan kafe atau kantin kecil yang menyediakan makanan.